Minggu, 06 November 2011

Menunggumu Malam Malam



:ketika emak sakit

Malam tak pernah berubah.
Barangkali sejak bumi diciptakan, malam tak pernah berubah.

Dia memberikan berbagai kesenangan:
Jika kau perenung ulung, malam adalah pertanyaan itu sendiri.
Jika kau pendo’a, malamlah tempat paling sunyi untuk menangis.
Jika kau penyuka cahaya lampu warna-warni, malamlah yang akan membelakkan matamu.
Jika kau pekerja keras, malam akan menidurkanmu.
Jika kau seniman, malam juga inspirasimu.

Jadi apa yang salah dengan malam?

Aku sendiri, semalaman menunggu kabar
Dalam putaran waktu yang ghaib, dalam kekhawatiran yang galib



Palembang, 2003

Sajak Mimpi Tentang Ruang



dia tak mungkin melupakan ruang itu;
            kamar mandi kayu berlumut kering
            drum-drum besar dipasang berjajar
            selokan menguapkan bau busuk
            lorong-lorong panjang menuju dapur
            ruang berdinding koran
            berlantai lembab

sesuatu senantiasa berkelebat
sewaktu-sewaktu tanpa sebab
dia berpikir barangkali telah lama
dia tak menjenguknya

: rumah tua yang telah runtuh itu


Pangkalpinang 14 November 2000

Siesta Penyair



andai sampanku kelak bertolak
sampaikan pada kekasihku
kan kusimpan kelembutannya
dan harum rambut sebahu

andai perahuku tak urung berlayar
pesankan pada kekasihku
kan kubawa serta kasih sayang 
dan halus mulus kulitnya.

kelembutan telah mengalahkan kesadaran
kasih sayang telah mengancam rasa pedih

 
Pangkalpinang, awal November 2000

Bung dalam 4 Kuplet Sajak



: willy s

Bung,
Tanah lapang di belakang rumah masih sering kah kau sapa
Tak perlu mendengung suara, sekadar mengucap salam pun tak mengapa
Mereka sering mengiringku ke swargaloka, dalam mimpi yang purba

Bung,
Di layar komputer atawa bidang kanvas, ada banyak kupu-kupu
Anakku baru saja menyanyikannya untukku, biru biru serba biru
Seperti tapal batas langit dan laut, seperti mayapada yang ngelangut

Bung,
Banyak sejarah leluhur yang kupahami dalam sajak-sajakmu
Seharusnya aku mengerti, bahwa kesan selalu menjadi noktah
Untuk membacamu sekali lagi dalam rupa tak sempurna

Bung,
Ajak aku menjenguk taman firdausi yang tlah kau semai
Barangkali ada sejumput sisa bunga lily atau ivy yang harus dibuang
Biar kumenindaimu sekali lagi dalam kenangan syahdu merindu.


Pkpinang-Palembang,  2003


Titik



 

laut kita

deburnya membuncah hingga ke ulu

sepanjang gelombang

aku melayari hari

membawa serta

detik-detik

begitu menegangkan

Adik,

apakah layar dan kemudi

masih akan mengikuti angin

sembari mereguk angan

kukejar waktu

 

Palembang, 1997-2001

Membaca Masa Lalu



 

“Aku sudah melepaskanmu, dayang,”

katanya ketika membaca Skenario tebal

sehabis merapikan Nostradamus.

Tampaknya dia kehabisan daya setelah

bergumul dengan sejumlah kesengsaraan.

Hari ini adalah hari menjelajah kembali

jalanan kemarin. Ada yang ingin diubahnya

malam berkabut penuh angin serta pikiran

amat lelah.

 

Engkau barangkali juga berkemas membuang

serpihan demi serpihan kegelisahan dan

akal sehat. Pantai ataukah daun-daun cemara

itukah yang tengah mengusik masa lalunya.

“aku telah berganti rupa sejak kubaca

kembali sajak-sajak dari rahimmu,”

dia meyakinkan jemarinya yang terus-menerus

gemetar bila membayangkan helai rambut

berjatuhan.

 

                        “Masa lalu itu,” barangkali

                        Nostradamus yang membisikinya,

                        “apakah senantiasa berulang

                        dan menciptakan ketakutan baru?”

 

 

Palembang, November 2001




Aku Takut


aku takut jika malam tiba-tiba menjadi siang sementara

aku sedang mencari-cari kata yang telah kita sepakati itu

jangan biarkan merajalela menutupi dinding kamarku 

mengatup segera hordeng jendela sehingga capung dan

kupu-kupu yang sedang pulas terbangun kembali.

 

aku takut jika jemariku yang lemah tiba-tiba mengepal

dengan sangat terpaksa membunuh tiap-tiap capung dan kupu-kupu

yang senantiasa bergelantungan di tiap jari-jari tangan

lembut itu dan kubiarkan bergerak sendiri.

 

aku takut jika dengan tiba-tiba jiwaku kau pegangi erat

sementara aku tengah mencari capung dan kupu-kupu

yang terkejut lalu terbang ke luar jendela dan kembali

inggap ke bougenvile hingga tiap digoyangkan angin

dan hujan mereka mengetuk-ngetuk kembali jendela kacaku.

 

aku takut jika kau datang ke kamarku dengan tiba-tiba

mengajak bermain capung dan kupu-kupu sebelum sempat

berkenalan sambil terus membicarakan kenapa antara aku

dan kepak sayap mereka selalu bertahan di kamar itu juga.

 

kehadiran, adalah sebuah mimpi baru

namun tidak lantas membiarkannya mengenal

setiap jiwa yang sedang mengembara

 

Palembang 28 Oktober 1996