Minggu, 06 November 2011

Menjamah Mimpi




1

Kau yang tak terjangkau kata, sesaat setelah sandalku berganti rupa
Jika pun bumi ini bulat –atau oval—masih juga tak kutemui awalnya
Aduh, kekasih. Ini jiwa lelah, tetapi mimpi-mimpi itu masih juga tiba.

Aku sering terjaga di malam buta (atau malah belum pernah lelap)
Kau tiba-tiba menjelma serupa dia, bertanya,” lelakiku, kenapa ragu?”

Kenapa ragu?
Sejak dahulu, selalu itu yang kau tanyakan padaku
Kita ini dua pendusta, jiwa kita sama lara.
Apa bisa menganyam cinta. Hh.

Sepertinya, kita sudahi saja kemalangan ini
Bukankah tak ada lagi yang mesti ditingkahi
Mimpi kita punya ruang sendiri, sayap kita pun sudah berkemudi

Jangan lagi jamah aku
Jika tak ingin menjadi benalu.

10 Juni 2009


2

Kalau saja aku punya rahasia baru
Pasti bukan tentang jiwa yang mengharu biru
Siang malam kujamu kau dengan sejuta menu
Tetapi –sungguh—itu bukan pesananmu

Jadi jangan pernah merasa kita pernah satu perahu
Bukankah seluruh potret jiwa telah terbakar
Seperti reranting kering berserpihan terbang ke angkasa biru
Nafas kita terus sesak dan terengah-engah
Meningkap debu dan angin tanpa jera

Masihkah kita pantas disebut kekasih
Jika jiwa dibakar amarah tiada henti
Meski debar terus menjalar ke seluruh nadi
Meracun mimpi merusak hati

Kau dan aku adalah piring retak
Dengan lilin nyaris redup dan gelas gemeretak

Tak perlu lagi panggil pelayan atau sok minta lagu
Ini meja, sebenarnya sudah dipesan sejak dulu
Oleh lelaki yang terus memburumu.

13 September 200




3

Katanya kita bukan siapasiapa
Kau aku dalam garis yang berbeda
Namun dalam kelelahan sempurna
Kita senantiasa sering bertanya
Walau tak pernah ingin bertegur sapa

Aku jauh, katamu
Jauh seolah tak pernah bisa dijangkau
Aku tetap di sini, kataku
Tetap menggaris jalur hidup
Meniti sungaisungai tak berulu
Menangisi derai gerimis yang berlalu

Noktah kita telah robek, sayang
Entah kemana lembar itu kubuang
Mungkin lebur terbakar atau hilang
Toh itu tak penting, bukan?
Karena kita sejatinya memang
Tak pernah benarbenar mengingat
Kenangan yang pernah kita buat

Kita memang bukan siapasiapa
Meski sesungguhnya pernah ada.


Palembang, 28 Desember 2009




4

Kalau kau ingin tetap bersamaku, ulurkan tanganmu selalu
Biar kugamit pelan pelan, mungkin terkadang kulepaskan
Jangan berharap aku mencium jemari lembut itu
Karena cinta tak tiba-tiba tumbuh hanya oleh kecupan

Kalau kau minta kusimpan gairah itu, nanti dulu
Karena tak sepanjang waktu aku mengingatmu
Jiwaku sering terbang mengambang ke banyak ruang
Mengembara mencari jalan pulang, bukankah demikian?

Kau tahu bagaimana aku sejak awal kita bertemu
Lelaki penjemu dengan ransel penuh debu
Jadi kalau coba-coba ingin bicara tentang kalbu
Kuwartakan saja, aku tak akan pernah bisa begitu.

Lupakan cinta, lupakan cinta
Mari rayakan ketidakpastian!


5 Maret 2010






Tidak ada komentar:

Posting Komentar