1
Sepanjang hari kita berjumpa dan engkau masih tak berubah
Tetap tua, pikun dan tak berdaya. Kau bawa kematian demi
kematian tanpa beban
Apa yang ada di balik kemalangan itu, janji yang tak
ditepati atau kecurangan para
begundal berdasi.
Engkau ringkih dan termehek-mehek menampung airmata yang
mengalir ke hulumu. Wajah siapa yang diam-diam berkaca dalam desah tersedu.
Menghias kepongahan dalam perjalanan waktu yang hanya
beberapa jengkal
dari takdirnya.
Kota
itu telah mengkhianatimu, karna sejarah tak pernah mengajarkan kesetiaan.
Menara tua
yang senantiasa mendampingimu juga tak berdaya membiarkan
dirinya dicorengmoreng kekuasaan. Mereka tak pernah belajar dewasa.
Para pemabuk yang setiap
malam memandang bulan di atas alirmu, hanya mampu bermimpi
tentang siang. Selebihnya mereka tersuruk di pojok-pojok
kegamangan.
Apa yang telah dilakukan orang-orangmu: sekadar kebanggaan
hampa
terkatung-katung antara cerita dan kenyataan. Kau, selalu
menjadi korban yang tak
mampu memberikan kesaksian: bisu, sunyi dan pasrah.
Kita memang tak pernah berjabat tangan, tetapi kutahu engkau
capai menggapai.
Palembang, Desember 2002
2
Barangkali terlambat aku mendampingimu. Setelah tua, aku baru berpikir sudah saatnya aku
merawatmu, menuntunmu dan mendongengkan kisah-kisah menyenangkan dari masa lalu.
Bukankah dunia kita sama: keheningan, penyesalan tanpa sebab, pemberontakan kecil secara
diam-diam dan keresahan tak berkesudahan.
Bila hari ini aku bertanya: apa kabar? Engkau tentu sudah tak kuasa menjawab. Apa yang
harus dikabarkan seorang veteran sepertimu? Kisah-kisah klasik yang simpang siur atau kabar terkini yang senantiasa meneteskan darah.
Engkau telah memberikan pelajaran amat berarti bagi sejarah para pecundang. Dan
mereka tak pernah berani mengawetkan angka-angka itu, untuk sekedar menitipkan sebuah
noktah.
Kecengengan ataukah ketegaran saat ini yang kita pertaruhkan, penguasa renta?
Dua tiang tegar itu, katamu, yang menjadi pancang kota ini abadi.
7 Maret 2003
Barangkali terlambat aku mendampingimu. Setelah tua, aku baru berpikir sudah saatnya aku
merawatmu, menuntunmu dan mendongengkan kisah-kisah menyenangkan dari masa lalu.
Bukankah dunia kita sama: keheningan, penyesalan tanpa sebab, pemberontakan kecil secara
diam-diam dan keresahan tak berkesudahan.
Bila hari ini aku bertanya: apa kabar? Engkau tentu sudah tak kuasa menjawab. Apa yang
harus dikabarkan seorang veteran sepertimu? Kisah-kisah klasik yang simpang siur atau kabar terkini yang senantiasa meneteskan darah.
Engkau telah memberikan pelajaran amat berarti bagi sejarah para pecundang. Dan
mereka tak pernah berani mengawetkan angka-angka itu, untuk sekedar menitipkan sebuah
noktah.
Kecengengan ataukah ketegaran saat ini yang kita pertaruhkan, penguasa renta?
Dua tiang tegar itu, katamu, yang menjadi pancang kota ini abadi.
7 Maret 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar